Emosi-emosi Negatif yang Saya Rasakan Setelah Melahirkan dan Bagaimana Berdamai dengannya
Sumber foto: pixabay.
Hamil, melahirkan dan dianugerahi anak, adalah salah satu impian dari banyak wanita. Sebagian mendapatkannya dengan lancar-lancar saja, sebagian harus memperjuangkannya. Alhamdulillah saya tidak di keduanya. Tidak yang sulit sekali, tapi tidak juga yang mudah sekali. Setelah satu tahun menikah, dua garis biru itu baru muncul. Tapi ternyata ujiannya bukan hanya tentang menunggu, ada lagi ujian kecil yang harus saya lalui setelah saya melahirkan: postpartum depression (Kita singkat PPD ya).
Apakah saya mengalaminya? Sebenarnya tidak bisa dibilang iya juga. Karena Alhamdulillah tidak sampai depresi yang berlebihan seperti cerita-cerita PPD kebanyakan. Tapi saat melahirkan anak pertama, saya merasakan kuatnya emosi-emosi negatif, dibandingkan saat melahirkan anak kedua.
Emosi apa saja yang saya Rasakan paska melahirkan?
Setelah melahirkan anak pertama, perasaan sedih, cemas, dan merasa bersalah sering menghantui saya. Entah berapa kali saya diam-diam menangis dan merasa lemah sekali menjadi manusia. Terutama beberapa hari setelah pulang dari rumah sakit. Saya ingat betul, waktu itu saya dibantu ibu mertua setelah dari rumah sakit. Sekitar dua minggu mertua sengaja menginap membantu di rumah (rumah kami beda Kota, berjarak sekitar 160 km). Mulai dari masak-masak, bersih-bersih, mencuci baju, hingga kadang memandikan bayi. Kerjaan saya waktu itu persis hanya menyusui dan sesekali mengganti popok.
Mungkin karena saya dari dulu terbiasa melakukan semuanya sendiri ya, jadi ketika dibantu orang lain (meskipun sebenarnya mertua bukanlah orang lain), saya jadi merasa sungkan, tidak enak hati.
Apalagi waktu itu merupakan kehamilan pertama bagi saya. Saya tidak tahu bagaimana posisi jalan yang benar, merawat luka jahitan yang benar, dan lainnya (for your information waktu itu saya melahirkan normal). Ditambah lagi waktu itu saya mendapatkan informasi yang kurang tepat tentang perlakuan pasca melahirkan. Tidak boleh banyak jalan, tidak boleh banyak gerak, dan lainnya. Akhirnya setelah seminggu saya keluar dari rumah sakit, seminggu kemudian saya harus kembali lagi untuk repair jahitan. Sehingga proses penyembuhannya harus mengulang dari awal lagi.
Puncaknya adalah ketika mertua pulang, saya merasa khawatir sekali. Saya stres, muntah-muntah, masuk angin. Ketika mertua pulang, di benak saya langsung muncul pikiran, apakah saya bisa mengurus bayi ini sendiri? Sementara suami kerja mode shift, kadang berangkat pagi, sore, atau malam. Saya ingat betul ketika teman-teman mengaji datang, saya curhat tentang semuanya. Bahwa saya sendiri, jahitan yang tak kunjung sembuh, anak laki-laki yang semangat menyusui, dan lainnya. Hingga akhirnya ketika mereka berkunjung, saya muntah di depan mereka saat itu juga. Malu sekali sebenarnya bila ingat hal itu.
Lalu, apakah benar saya mengalami Postpartum Depression?
Untuk tahu apakah yang saya alami pasca melahirkan itu adalah PPD atau bukan, sebenarnya butuh pemeriksaan dari tim ahli yang nantinya mungkin akan memeriksa beberapa hal terkait kesehatan mental kita.Tapi sebelum mendatangi ahli, kita bisa sedikit mengenal tentang PPD dari artikel Halodoc berikut.
Apa itu Postpartum Depression?¹
Makna postpartum depression secara ringkas
Depresi postpartum adalah keadaan ketika seorang ibu merasakan rasa sedih, bersalah, dan bentuk umum depresi lainnya dalam jangka waktu yang lama setelah melahirkan.
Hal ini sering dikarenakan karena kelahiran bayi itu sendiri. Kelahiran bayi dapat memberikan dorongan perasaan dan emosi yang kuat, mulai dari kesenangan dan kebahagiaan hingga ketakutan. Lonjakan emosi dari kebahagiaan hingga rasa sedih dan ketakutan ini yang berperan dalam terjadinya depresi postpartum.
Apa saja gejala depresi Postpartum?²
Sebelum mencapai depresi postpartum, ada keadaan yang dinamakan baby blues syndrome, yaitu gangguan perubahan mood setelah melahirkan. Depresi post partum memiliki gejala yang mirip dengan baby blues syndrome, dengan durasi yang lebih lama dan intensitas yang lebih berat, seperti:
- Gangguan perubahan mood
- Cemas
- Sedih
- Sensitif secara emosional terhadap sesuatu
- Merasa bersalah
- Menangis berlebihan
- Penurunan konsentrasi
- Gangguan makan
- Gangguan tidur, sulit tidur (insomnia) atau terlalu banyak tidur
- Menjauh dari keluarga
- Kesulitan dalam merawat bayi
Setelah melihat pengertian dan gejala PPD di atas, Alhamdulillah sepertinya saya hanya sedikit mengalami baby blues. Karena untuk PPD depresinya berlangsung lebih lama dan intensitas yang lebih berat. Tapi sebenarnya, bila tidak ditangani dengan benar, baby blues pun akan berakhir buruk dan mengerikan.
Lalu, bagaimana saya melaluinya? Faktor apa yang membuat saya sampai mengalami baby blues?
Mungkin ini berbeda dengan orang lain, tapi dari yang saya alami, beberapa faktor yang membuat saya mengalami baby blues diantaranya:
1.Perubahan hormon saat melahirkan
Ketika selesai melahirkan, pada ibu akan terjadi perubahan hormon, dan sepertinya ini pula yang memicu hal ini pada saya.
2.Sedang futur atau lemahnya Iman
Setelah melahirkan, saya mengalami nifas sekitar 40 hari yang membuat saya tidak sholat, tidak mengaji, tidak berangkat ke kajian, ditambah jarang mendengar ceramah karena sibuk dengan bayi. Hal ini mungkin membuat saya lebih gampang terbawa emosi. Tapi mungkin ini tidak untuk semua orang ya, tapi pada diri saya, saya merasakan begitu.
3. Ekspektasi berlebihan
Sebelum melahirkan, saya sudah berencana bahwa saya hanya akan leyeh-leyeh, sementara yang mengurusi bayi adalah mas suami. Ditambah informasi kurang tepat yang saya dapatkan tentang pasca melahirkan. Akhirnya ketika kenyataannya tidak sesuai harapan, saya bingung, dan panik.
4. Kurang informasi
Informasi lebih lanjut tentang baby blues, PPD, baru saya dapatkan beberapa tahun ini. Dulu saya tidak menyadari bahwa hal yang saya alami itu termasuk gejala depresi dan harus segera ditangani.
Alhamdulillah semuanya tidak berakhir buruk dan membaik. Beberapa hal yang saya rasa membantu sekali saat saya merasakan baby blues kala itu adalah:
Sumber gambar pixabay.
1.Bercerita kepada orang yang dipercaya
Saya sering bercerita kepada suami, beberapa tetangga, dan teman-teman mengaji. Alhamdulillah ini sedikit mengurangi rasa cemas, khawatir, dan panik saya.
2.Lingkungan yang mendukung
Ketika saya curhat pada teman-teman mengaji saya, Alhamdulillah bantuan silih berganti datang. Mereka secara bergantian mengirimi saya makan, menyemangati saya, dan lainnya. Begitupun tetangga sekitar. Mereka juga sering mengirimi saya makanan, membantu pekerjaan rumah, bahkan menghibur saya.
3.Ngobrol
Tidak melulu curhat, obrolan singkat dengan tetangga, membuat saya sedikit lebih tenang. Sehingga pikiran saya lebih terbuka, Dan tidak selalu fokus pada emosi negatif.
4.Do’a dan dzikir
Meski tidak sholat, sesekali saya merapal dzikir dan do’a dalam hati. Alhamdulillah ini membantu menenangkan hati.
5. Kurangi ekspektasi
Saya mencoba berdamai dengan keadaan. Mengurangi standar diri. Bila sebelumnya saya merasa masak sendiri adalah yang terbaik, saya mencoba berdamai, bahwa tak apa sesekali makan makanan warung, yang penting bisa makan. Bila dulu rumah bersih adalah utama, ketika punya anak bayi, saya mencoba mengurangi standar.
6. Minta bantuan
Jangan ragu dan malu untuk minta bantuan. Terutama pada orang-orang terdekat. Saya juga akhirnya mempekerjakan asisten rumah tangga, untuk bantu bersih-bersih dan masak.
Begitulah sedikit mengenai baby blues dan postpartum depression. Jangan ragu untuk segera datang ke tenaga ahli, bila kamu atau orang sekitar mengalami beberapa gejala PPD di atas. Karena bila tidak ditangani dengan baik, ini akan berakhir mengerikan dan sangat merusak kesehatan mental terutama ibu. Kasus-kasus viral tentang ibu yang menyakiti anaknya, bisa jadi bermula dari kasus PPD atau depresi yang tidak diselesaikan.
Berita baiknya, kini konsultasi dan informasi terkait kesehatan mental, atau PPD, bisa kita dapatkan langsung dari ahlinya melalui aplikasi Halodoc. Halodoc adalah aplikasi kesehatan yang memungkinakan kita untuk konsultasi langsung dengan para dokter, baik dokter umum atau spesialis. Selain itu, kita bisa tetap konsultasi dengan para dokter meskipun kita hanya #dirumahaja seperti sekarang ini.
Semoga sedikit informasi ini bermanfaat ya, dan semakin sedikit ibu yang terpuruk karena depresi atau PPD. Jaga selalu kesehatan fisik dan batin, sampai bertemu di lain postingan.
¹,²: sumber artikel Halodoc.
Yang utama memang menjaga kesehatan mental,sebab jika mental atau jiwa kita sehat, fisik akan mengikuti. Sebaliknya jika mental kita sering tidak sehat, percayalah fisik juga akan sakit-sakitan.
Banyak kok orang sakit yang bermula dari sering batin atau mikir. Kuncinya adalah berfikir positif, bersyukur, berdoa dan berserah.
Bener, lahir dan batin harus sehat kedua-duanya.
artikelnya keren, bahasa yang enak di cerna, dan rekomended nih utk di share
menjaga kesehatan mental itu ga usah ditawar2, sgt penting demi kebaikan mental
Makasih. Iya, jaga kesehatan mental & fisik.
menjadi seorang ibu adalah impian, dan impian ini harus dijaga dengan mempersiapkan segala macamnya. salah satunya menjaga kesehatan mental ibu, saat pra dan pasca melahirkan. artikelnya sangat mengedukasi dan penyampaiannya pun sangat apik.
Iya, persiapan yang matang memang diperlukan. Terima kasih sudah mampir.