Jagalah Kebersihan Gigi, Jika Tak Mau Merugi Seperti Ini!

 photo 20190517_072413_0000_zpszmvl4hxz.png

Assalamualaikum, pembaca sepradik, apa kabar? Semoga senantiasa sehat dan semangat berpuasa ya, Aamiin. Kali ini tema challenge ramadhan dari Blogger Perempuan adalah tentang gigi. Bagaimana cara memutihkan gigi dan sikat gigi saat puasa.

Sejak puasa, saya selalu mengupayakan menggosok gigi langsung setelah selesai sahur. Sehingga bila adzan datang, gigi sudah bersih dan tidak mengganggu puasa. Kalau gosok gigi di siang hari atau setelah adzan, saya khawatir akan tertelannya air atau sisa pasta gigi. Biasanya, sebelum waktu sahur habis, saya akan gosok gigi terlebih dahulu, lalu minum air. Jadi gigi benar-benar bersih saat berpuasa. Nggak enak kan kalau puasa-puasa ada sisa makanan yang menempel?

Ngomong-ngomong soal sikat gigi, saya punya cerita panjang yang melelahkan gara-gara malas gosok gigi (iya, setua ini masih malas gosok gigi, kemudian tutup muka).

Jadi dulu sejak SMA, saya termasuk yang jarang gosok gigi lagi setelah makan di malam hari sebelum tidur. Dulu saya gosok gigi saat mandi pagi dan sore. Nah, setelah makan malam, saya jarang sekali gosok gigi. Kebiasaan itu terus terbawa sampai saya menikah. Tapi setelah memiliki anak, kebiasaan buruk itu sedikit demi sedikit saya coba ubah, apalagi saya termasuk yang semangat mengajak anak-anak untuk gosok gigi sebelum tidur, jadi mau nggak mau ya saya harus mencontohkannya juga.

Buah dari malasnya saya gosok gigi sebelum tidur ini adalah bolongnya gigi geraham atas sebelah kiri. Sampai suatu ketika, saya mengikuti seminar tentang kesehatan gigi. Dokternya bilang, bila masih bisa diselamatkan, lebih baik giginya ditambal saja, agar masih bisa digunakan. Kalau dicabut, nanti tak akan ada gantinya kecuali gigi palsu.

Saya yang memang khawatir nanti gigi berlubang ini akan menimbulkan rasa sakit, akhirnya memutuskan untuk menambal gigi bolong ini. Beberapa hari setelah mendapat informasi ini, berangkat lah saya ke salah satu dokter gigi yang ada di Kraksaan, berdasar rekomendasi dari salah satu teman kerja suami. Sayangnya, waktu itu dokter intinya sedang tidak ada, jadi terpaksa dokter ganti yang melakukan tindakan. Awalnya saya sempat ragu, apakah tetap akan menambal gigi di situ atau tidak, tapi setelah memikirkan jarak dan waktu, akhirnya terpaksa saya manut saja. Biaya tambal gigi waktu itu sekitar 200 an ribu. Saya tidak begitu tahu model tambal gigi apa yang digunakan, yang jelas, menggunakan semacam benda putih, lalu dengan segera ditambal.

Sekitar dua minggu setelahnya, barulah saya merasakan sesuatu yang lain. Saya kira, setelah ditambal, urusan sakit gigi akan selesai, namun ternyata sakit gigi kembali hadir. Mau tidak mau saya pun berurusan lagi dengan dokter gigi. Kali ini saya mencoba alternatif dokter gigi lainnya. Seorang teman merekomendasikan dokter langganannya, yang juga ada di Kraksaan. Lalu kami pun berangkat menemui dokter gigi itu. Seorang dokter perempuan, cantik dan ramah. Ia membuka praktik di dekat rumahnya. Dokter pun memeriksa gigi saya dan bertanya apa masalahnya. Saya pun menjelaskan asal muasal mengapa bisa sakit dan lainnya. Sayangnya, dokter tidak mau melakukan tindakan karena masih sakit. Waktu itu gigi saya diketuk-ketuk dan saya jawab jujur bahwa memang sakit. Kemudian dokter pun memberi saya obat untuk diminum, baru setelah 3 sampai 7 hari lagi datang kembali. Waktu itu biaya untuk obat sekitar 50 ribu.

Tapi ternyata, waktu kunjungan balik ke dokter gigi itu bertepatan dengan waktu anak pertama saya sunat. Maka kunjungan ke dokter pun urung dilakukan. Setelah itu sekeluarga masih berkunjung ke mertua di Mojokerto. Selama waktu tunggu itu beberapa kali gigi rasanya cenat cenut, maka asam mefenamat lah yang jadi sahabat saya. Setiap sakit, saya minum obat itu, alhamdulillah lega.

Baca juga: Alhamdulillah Akhirnya Abang Sunat.

Ketika di Mojokerto, gusi dari gigi yang ditambal itu ternyata bengkak dan bernanah. Saya pun khawatir, bertanya pada adik kelas yang merupakan calon dokter gigi. Dia bilang giginya sudah mati, pilihannya ada dua, dicabut atau dihidupkan kembali (ini bahasa saya saja, bahasa medis atau istilah yang benar, saya kurang paham). Bila memilih untuk dihidupkan, prosesnya akan panjang dan lumayan menguras kantong. Malamnya, kami mencari dokter gigi di seputaran Mojokerto. Saya ingat betul waktu itu adalah malam minggu. Tak ada dokter gigi yang buka, maka keesokan harinya kami datang ke RS Gatoel dan memeriksakan gusi bengkak ini. Setelah diperiksa, dokter melakukan beberapa  tindakan, untuk mengeluarkan abses atau nanah di gusi. Yang pertama dilakukan adalah tambalan gigi dibuka sedikit, lalu ditusuk-tusuk, lalu nanah di gusi ditusuk jarum, akhirnya keluar nanah sedikit. Selain itu saya juga diberikan obat antibiotik. Biaya tindakan itu sekitar 200 ribu an. Sebenarnya saya diminta kembali untuk melanjutkan tindakan lainnya, tapi waktu itu bertepatan dengan waktu pulang saya dan keluarga ke Paiton.

Maka kami putuskan melanjutkan pengobatan di Paiton. Ketika datang ke dokter gigi langganan teman saya terwebut, dokternya sempat agak marah, mengapa lama sekali? Lalu kami pun menceritakan kisah panjang gusi yang bengkak dan lainnya. Maka malam itu dokter membedah tambalan gigi saya, diberikan sesuatu dengan kapas kecil, dimasukkan ke dalam tembelan gigi. Katanya untuk mematikan sarafnya terlebih dahulu. Setelah dimasukkan obat, barulah tambalannya ditutup sementara. Biaya perawatannya kala itu sekitar 50 ribu.

Kunjungan seperti ini berulang hingga 3 kali. Kali kedua dibuka tambalannya, dimasukkan kapas kecil berisi obat, ditutup lagi dengan tambalan sementara. Ini untuk menghidupkan saraf gigi. Kali ketiga begitu lagi, tujuannya untuk vitamin dan terakhir kali keempat barulah pengisian. Biaya masing-masing kunjungan sekitar 50 ribu per kunjungan.

Barulah kunjungan kelima, gigi geraham kiri atas saya ini diobrak-abrik. Jadi ternyata bolongnya ada dua, di bagian atas dan samping. Dokter gigi yang dulu, hanya menambal lubang yang atas, sementara rasa sakit yang saya rasakan dari lubang yang samping. Selain itu, dokter yang dulu tidak benar-benar bersih dalam menambal giginya. Ada sedikit saja sisa-sisa kotoran, maka akan merusak gigi tersebut. Apalagi ia sudah tertutup rapat.

Di kunjungan terakhir itu, gigi geraham kiri atas saya dibor, atas dan samping. Akhirnya setelah sekian lama, urusan gigi ini pun selesai. Biaya kunjungan terakhir itu kira-kira 500 ribu.

Begitulah sekelumit kisah saya dan gigi. Hanya gara-gara malas gosok gigi, merugikan banyak sekali. Sekitar dua bulan lebih, saya berkutat dengan gigi. Total biaya yang dikeluarkan untuk gigi bolong ini adalah sekitar 1 juta 50 ribu. Belum lagi waktu yang dikeluarkan. Karena dokternya praktik di sore hari sampai malam, maka mau tak mau kami mengajak anak-anak keluar malam hampir setiap minggu. Waktu tunggu yang begitu lama, karena untuk tambal satu lubang gigi, dokter ini memerlukan waktu hampir 40 an menit. Untungnya, semua biaya ditanggung kantor suami. Selain itu, hikmahnya, selama pengobatan gigi, saya dan suami bisa sholat on time dan lebih sering berjamaah,karena sering singgah di masjid. Selain itu anak-anak jadi lebih sering naik odong-odong, haha.

Cukuplah melalui cerita ini teman-teman merasakan betapa ruginya bila kita tidak menjaga kebersihan gigi. Terutama setelah makan dan sebelum tidur. Jangan sampai kamu mengalaminya sendiri ya. Sampai jumpa di postingan lainnya. Semoga bermanfaat. 🙂

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *